Pagi yang mengharukan di desa cidahu...
Masih ku ingat 8 tahun yang lalu kami datang ke desa cidahu dengan penuh keangkuhan dan sejuta ego yang kami kemas dalam laku dan kata kami, seolah hidup ini hanya butuh kekuatan dan kemampuan diri sendiri, tidak perlu orang lain dan tidak perlu kasih karuniamu TUHAN.
Hari demi hari kita lewati bersama, satu jam serasa sebulan, satu hari serasa setahun, yang ada dalam benak ini kapan semua ini berakhir. Bukit dan jurang tak pernah bosan melatih kita di siang hari, dinginnya air pegunungan salak serta wanginya kubangan lumpur Javana Spa selalu setia menemani malam dan tidur kita, saat logika tak lagi mampu memahami semua yang tengah kita jalani yang ada hanya lantunan lagu syukur ;
“Dari yakin ku teguh
hati ikhlas ku penuh
akan karuniamu
tanah air pusaka
Indonesia tercinta
Syukur aku sembahkan
Kehadiratmu TUHAN”
Sesekali terlintas pertanyaan yang tak pernah bisa terjawab letihnya raga ini “Kenapa Aku Harus Ada Disini?” lalu sepinya malam membawa tatapanku pada saudara-saudaraku yang tergulai lemas dalam dekapan semak belukar, perlahan batin ku menjawab Aku harus tetap disini karena aku bagian dari mereka, mereka adalah saudara-saudaraku.
Dari senyuman hingga kelakar yang berujung tawa kita nikmati, dari rintihan hingga kesedihan berujung tangis kita lalui bersama hanya karena satu alasan KAMI SATU CICERA, sejak awal kita satu maka hingga akhir kita satu.
Derasnya arus sungai jadi saksi ketika sepatu laras membelah air menapaki batu-batu sungai, masih kuingat jelas dengan hangat saudaraku berkata “pegang kuat-kuat tangan gue, biar loe gak kepleset. Ini longmars terakhir kita, tetap semangat bro kita sudah mau pulang” Bagiku mendengar kata-kata sudah mau pulang seolah malaikat memberi isyarat kalo aku masuk surga...
Terjalnya bukit kembali kita lewati dengan langkah yang seirama oleh lilitan webbing yang membalut kaki kami satu sama lain, sesekali terdengar suara seperti ada yang jatuh dari pepohonan ternyata itu suara Danton yang tersungkur karena kakinya tersangkut ranting pohon yang menghalangi jalan.
Malam pun menghampiri pasukan merah dan rutinitas malam pun semua dijalani kembali seperti copy paste dari malam-malam sebelumnya, sejuta bayangan tentang kehidupan kota pun terlintas mengisi khayalan sebelum tidur diatas permadani alam... zzt..zzt..zzt pasukan cabe pun terlelap untuk sejenak.
Dar...der...dor... suara petasan meledak tepat ditelinga kami. Sambil sesekali diringi suara merdu mentor-mentor “Bangun, bangun, siswa ayo bangun kalian kira ini hotel” suatu prestasi karena kami bangun mendahului ayam jantan yang bertugas malam itu.
Dengan langkah terseok-seok kami kembali menuju suara air yang jatuh membentur dinding tebing, sambil berpeluk erat dan berlutut kami pun mulai mengumandangkan lagu SYUKUR, setelah itu dengan mata tetutup kami dituntun mentor-mentor kami meniggalkan air terjun berjalan menuju tanah yang lebih lapang dan datar untuk diberi wejangan.
Suara 26 orang siswa mendengungkan lagu SYUKUR memecah fajar di bawah langit JAVANA SPA pagi itu, diringi suara gesekan biola dan rangkaian nasihat dalam sebuah puisi yang mengundang isak tangis dari kami yang berlutut dan mengaku
“Kami hanya manusia biasa
Kami semua sama
Tidak ada yang kuat
Tidak ada yang lemah
Kami selama ini telah sombong
Dengan apa yang kami punya
Kami selalu angkuh
Kami selalu khilaf
Tapi hari ini kami akui
Dengan penuh kerendahan hati ya TUHAN
Kami bisa ada sampai saat ini
Karena kami sadar bahwa kami
milik dan bagian dari
AKU ALAM DAN TUHAN”
Selamat bergabung dengan keluaga besar
CIPTA CERIA ALAM UNIVERSITAS PANCASILA
Itulah akhir dari LBL XIII Cicera UP dan awal dari keberadaanku di keluarga CICERA UP, sungguh pagi yang mengharukan bagiku dan tidak akan penah ku lupa sampai tanah menutup mataku...
TETAP SEMANGAT..................................