Minggu, 27 Desember 2009

Panas Pela Batu Karang



Panas Pela Batu Karang

Kisah Persaudaraan Warisan Negeri Tuhaha-Rohomoni
Setelah tahun 50-an dan 70-an, Panas Pela terakhir kali dilakukan di Desa 
Rohomoni Kecamatan Haruku Kabupaten Maluku Tengah (Malteng). Namun pada Selasa 
(18/12), untuk ketiga kalinya, Panas Pela kembali diadakan Ikatan Panas Pela 
dengan tajuk "Panas Pela Batu Karang" di Negeri Adat Beinusa Amalatu atau 
Negeri Tuhaha Kecamatan Saparua Kabupaten Malteng. 
 
Alunan lagu "Pela" oleh para anak negeri Tuhaha menyambut kedatangan tamu dan 
undangan di tempat upacara. Selain seragam merah dan kain berang yang dililit 
di leher, sejumlah pengisi ritual adat juga mengenakan pakaian adat kebesaran 
kedua negeri bersaudara Islam dan Kristen ini. 
 
Kisah persaudaraan dua desa Islam-Kristen ini bermula ketika bangsa Portugis 
menduduki Benteng di Pulau Haruku yaitu Benteng Kerajaan Hatuhaha yang berjarak 
sekitar 5 Kilometer dari bibir pantai. Ikatan persaudaraan desa adat Hatuhahaa 
ini memiliki 5 soa yaitu Hulaliu, Pelauw, Kabauw, Rohomoni dan Kailolo. 
Anak-anak negeri Desa Rohomoni kemudian bangkit berperang melawan penjajah 
dibantu penduduk Ambon, Salahutu dan Nusa Ina, maka muncullah Kapitan Lisa Esaa 
atau Kapitan Matahari Naik. 
 
Dengan perjanjian, para kapitan ini tidak boleh bermain perempuan. Akibat 
perjanjian tersebut dilanggar, warga negeri adat Hatuhaha dipukul mundur oleh 
musuh. Portugis akhirnya menempati Benteng di tanah Rohomoni. Mendengar 
saudaranya yang kalah, bangkitlah amarah dan solidaritas rakyat desa Tuhaha. 
 
Kapitan Aipassa-Latuhue langsung memimpin 30 Kapitan untuk merebut kembali 
kebesaran Benteng di daratan Rohomoni. Rakyat dibawah panglima perang Kapitan 
Aipassa-Latuhue berhasil mengusir penjajah dari desa Rohomoni. 
 
Setelah mengalahkan Portugis Kapitan Aipassa kembali ke desa adat Tuhaha dan 
mengangkat sumpah bersama negeri Islam di daratan Pulau Haruku yaitu Pela 
Tumpah Darah atau Pela Batu Karang. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar